Abstract
This paper is meant to show why the introduction of probation in the capital punishment act of the new Code of Criminal Law is a change we should appreciate. This change will expectedly lead Indonesia to be a nation that de facto no longer employs capital punishment. This is a desirable consequence given that, in my view, capital punishment cannot be ethically justified. In this paper, I will show why arguments in defense of capital punishment by appealing to the deterrence effect, the risk of recidivism, the sense of justice, and the principle of retributive justice do not stand up to scrutiny. The irreversible nature of capital punishment further points to the unjustifiability of this form of punishment. Abstrak Tulisan ini hendak menunjukkan mengapa diintroduksikannya masa percobaan dalam pasal hukuman mati KUHP terbaru merupakan perubahan yang layak diapresiasi. Perubahan tersebut berpotensi mengantar Indonesia menjadi negara yang de facto tidak lagi menerapkan hukuman mati. Menurut penulis, konsekuensi semacam ini layak disambut baik lantaran hukuman mati itu sendiri secara etis tidak dapat dibenarkan. Dalam tulisan ini, penulis akan menunjukkan mengapa argumen-argumen yang ditujukan untuk menjustifikasi hukuman mati dengan merujuk pada efek jera, risiko residivis, rasa keadilan, dan prinsip keadilan retributif tidak dapat dipertahankan. Sifat hukuman mati yang tidak membuka ruang bagi koreksi yang berarti juga meneguhkan tidak dapat dibenarkannya bentuk hukuman tersebut. Kata-kata Kunci: hukuman mati, KUHP, efek jera, keadilan retributif, ruang koreksi.