9 found
Order:
  1.  18
    F. Budi Hardiman, Hak-hak asasi manusia: Polemik dengan Agama dan Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 2011, 157 hlm.Franz Magnis-Susesno - 2020 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 11 (1):123-128.
    Buku relatif kecil F. Budi Hardiman, dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkarta, di Jakarta, ini merupakan sumbangan penting bagi pustaka berbahasa Indonesia tentang hak-hak asasi manusia. Bahkan, setahu peninjau buku ini, cara penulis mendekati hal hak-hak asasi manusia dalam pustaka berbahasa Jerman dan Inggris pun masih dicari. Kekhasan buku ini adalah bahwa Budi Hardiman membahas hak-hak asasi manusia dengan mendiskusikan enam kontroversi paling utama di sekitarnya, yaitu (1) kritik Hannah Arendt terhadap klaim universalitas hak-hak asasi manusia dari sudut republikanisme; (2) (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark  
  2.  13
    F. Budi Hardiman, Seni Memahami Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida, Yogyakarta: Kanisius, 2015, 343 hlm.Franz Magnis-Susesno - 2016 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 15 (1):95-97.
    Hermeneutika adalah ilmu tentang pemahaman. Mengapa pemahaman perlu ada ilmunya? Karena, sebagaimana kita tahu dari pengalaman sehari-hari, kita sering salah paham. Kita mendengar persis apa yang dikatakan orang lain, tetapi kita salah tangkap juga dan terjadi masalah. Hal yang sama berlaku bagi ekspresi-ekspresi manusia lain. Misalnya, ada monumen. Ambil batu-batuan di Stonehenge di Inggris yang diperkirakan sudah berumur ribuan tahun. Tentang maksud tiang-tiang batu itu para ahli tetap masih menerka-nerka. Tetapi seorang penduduk Jakarta, begitu melihat fotonya, langsung merasa tahu apa (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark  
  3.  4
    Charles Taylor, A Secular Age, Cambridge, Mass./London: The Belknap Press of Harvard University Press, 2007, 874 hlm.Franz Magnis-Susesno - 2020 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 12 (1):125-130.
    Charles Taylor—yang lahir pada 1931 di Kanada—adalah salah seorang filosof kontemporer berbahasa Inggris paling terkenal. Ia menjadi guru besar di Montreal dan mengajar juga di Oxford. Hampir 20 tahun sesudah dua jilid bukunya, Sources of the Self: The Making of Modern Identity (1989), memperoleh perhatian besar, Taylor menerbitkan buku A Secular Age, sebuah karya lebih raksasa lagi, yang oleh Robert N. Bellah disebut “salah satu buku terpenting semasa hidup saya.” Buku ini menceritakan sejarah sekularisasi di Barat dan dengan demikian juga (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark  
  4.  6
    Johanna Rahner, Einführung in die christliche Eschatologie, Freiburg/Basel/Wien: Herder, 2010, 334 hlm.Franz Magnis-Susesno - 2020 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 11 (1):130-133.
    Dalam tradisi Kristiani gambaran tentang surga dan, terutama, neraka berlimpah. Dengan melukiskan keindahan surga dan, lebih lagi, kengerian api penyucian dan neraka para pengkhotbah pernah berusaha untuk mengarahkan umat ke hidup yang baik. Tetapi sekarang “hal-hal akhir” jarang dibicarakan dalam khotbah. Seakan-akan kurang njamani mengajukan pertanyaan tentang apa yang terjadi sesudah kematian. Padahal justru berhadapan dengan sikap acuh tak-acuh sebagian masyarakat tersekularisasi dengan ejekan dari sudut ateisme baru, baik orang beriman maupun mereka yang mencari justru mengajukan pertanyaan seperti: Apakah ada (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark  
  5.  8
    Norman Tanner, New Short History of the Catholic Church, London: Burn & Oates 2011, 260 hlm.Franz Magnis-Susesno - 2020 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 11 (1):133-135.
    Dengan umur hampir dua ribu tahun Gereja Katolik merupakan lembaga paling tua yang mempertahankan diri melalui sejarah. Bagi Gereja Katolik sejarah itu penuh makna. Karena dalam perjalanannya melalui 20 abad eksisten-sinya Gereja Katolik mendapat bentuk serta pengertian diri yang sekarang. Maka sudah tepatlah kalau Norman Tanner, seorang imam Yesuit dan guru besar sejarah Gereja pada Universitas Gregoriana di Roma, dengan mendasarkan diri pada hasil penelitian sejarah Gereja yang berlimpah dalam 40 tahun terakhir, menulis sebuah “Sejarah Pendek Baru Gereja Katolik.” Hanya (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark  
  6.  10
    M. Sastrapratedja, Lima Gagasan Yang Dapat Mengubah Indonesia, Jakarta: Pusat Kajian Filsafat dan Pancasila, 2013, 413 hlm. [REVIEW]Franz Magnis-Susesno - 2020 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 13 (1):138-142.
    Lima gagasan yang dapat mengubah Indonesia itu tentu Pancasila. Sebagaimana ditulis Jakob Oetama dalam kata pengantar buku Profesor Sastrapratedja, sudah sangat mendesak untuk mengaktualisasikan kembali Pancasila. Pancasila sudah lama berada dalam bahaya, bukan karena masih ada kekuatan politik yang mempersoalkannya, melainkan karena dukungan terhadap Pancasila cenderung menguapkan maknanya. Di masa Demokrasi Terpimpin Pancasila semakin dikesampingkan oleh semboyan-semboyan lain di mana yang paling tragis adalah NASAKOM. Di masa Orde Baru Pancasila dinyatakan sakti dan sesudahnya jutaan saudara dan saudari sebangsa dibunuh, dikucilkan, (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark   1 citation  
  7.  4
    Armin Kreiner, Jesus, UFOs, Aliens Außerirdische Intelligenz als Herausforderung für den christlichen Glauben, Freiburg/ Basel/Wien: Herder 2010, 218 hlm. [REVIEW]Franz Magnis-Susesno - 2020 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 11 (2):251-257.
    Belum begitu lama dua buah berita menggoncangkan dunia (astro-fisika). Yang pertama, CERN, Pusat penelitian atom di Geneva, yang dalam dua eksperimen berturut-turut menemukan bahwa neutrino (bagian mikro paling kecil) bergerak dengan kecepatan sedikit melampaui kecepatan cahaya. Yang kedua, pada minggu kedua Januari yang lalu pengamatan astronomis mutakhir menengarai bahwa dalam Bimasakti kita rata-rata setiap dari 10 milyar bintangnya mempunyai sekurang-kurangnya satu planet yang mirip dengan planet kita, bumi. Berita pertama begitu dahsyat sehingga para ahli fisika yang membuat eksperimen itu belum (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark  
  8.  7
    Karim Schelkens, John A. Dick, Jürgen Mettepenningen Aggiornamento?, Catholicism from Gregory XVI to Benedict XVI, Leiden/Boston: Brill, 2013, vi+247 hlm. [REVIEW]Franz Magnis-Susesno - 2015 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 14 (2):311-315.
    Membaca buku yang terbit dalam Brills Series in Church History ini mempesona. Buku ini begitu menarik karena menggariskan perjalanan intelektual dan teologis Gereja Katolik sejak Revolusi Prancis (1789-95) dan kekalahan Napoleon (1815) sampai ke tahun 2013, tahun Paus Benedikt XVI mengundurkan diri. Padahal 200 tahun itu adalah tahun-tahun terwujudnya modernitas. Maka buku ini memaparkan dan menganalisa bagaimana Gereja Katolik dan teologinya menghadapi modernitas. Di atas hanya 220 halaman para penulis memperkenalkan pembaca secara ketat, tetapi jelas dan rinci, dengan perkembangan amat (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark  
  9.  4
    Leonhard Swidler, Jesus was a Feminist What the Gospels Reveal about His Revolusionary Perspective, Lanham etc.: Sheed & Ward, 2007, 276 hlm. [REVIEW]Franz Magnis-Susesno - 2016 - Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara 15 (1):98-101.
    Leonhard Swidler, guru besar teologi Katolik di Universitas Temple di Philadephia dan pendiri Institute for Interreligious and Intercultural Dialogue, termasuk teolog Katolik Amerika Serikat sangat terkenal. Delapan tahun lalu ia menerbitkan buku yang pantas diperhatikan. Judulnya saja mengagetkan: Jesus was a Feminist. Namun kita tidak perlu berprasangka. Buku ini bukan salah satu dari pelbagai tulisan ideologis. Yang dimaksud Swidler dengan feminis Yesus seorang feminis sangat radikal (h. 33) adalah bahwa Yesus vigorously promoted the dignity and equality of women in the (...)
    No categories
    Direct download (2 more)  
     
    Export citation  
     
    Bookmark